Hatta-Sjafruddin: Kisah Perang Uang Di Awal Kemerdekaan
Hi, selamat sore, pada kali ini akan membahas tentang awal kemerdekaan Hatta-Sjafruddin: Kisah Perang Uang di Awal Kemerdekaan simak selengkapnya
Setiap memperingati kembali tahun Proklamasi Kemerdekaan, yang terkira oleh saya biasanya cuma dua: perjuangan militer, dengan perjuangan diplomasi. Hampir-hampir tidak diingat, ada perjuangan yang ketiga, yang tidak bertekuk lutut pentingnya yaitu "perang uang".
Perang uang inilah yang oleh pakar sejarah politik, Fachry Ali (2011), disebut "mengontrol ain uang domestik sebagai senjata politik (contol on national currency gandar a political weapon).
KNI Priangan
Segera setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). 135 anak buah yang dianggap sebagai pembebas domestik yang terkemuka dilantik oleh Presiden Sukarno dengan Wakil Presiden Mohammad Hatta menjadi anak buah KNIP. Para anak buah parlemen sementara itu akan datang memilah Mr. Kasman Singodimedjo sebagai Ketua KNIP.
KNIP bekerja cepat. Untuk kekuatan gendongan daerah terhadap Proklamasi Kemerdekaan, dibentuklah KNI di berbagai daerah.
Di Priangan, beriringan pembentukan KNI dilaksanakan sepekan setelah Proklamasi Kemerdekaan, yakni atas 24 Agustus 1945, dipimpin oleh Residen Priangan, R. Poeradiredja.
Menurut Ajip Rosidi (2011: 98-99), beriringan dihadiri 24 anak buah yang dianggap menyubstitusi seluruh elemen bangsa Priangan terdiri dari 9 anak buah menyubstitusi badan kemasyarakatan, 6 anak buah menyubstitusi golongan sosial, 6 anak buah pribadi sebagai tokoh penting, dengan 3 anak buah menyubstitusi golongan peranakan Indo, Arab, dengan Cina.
KNI Priangan memilah Niti Sumantri sebagi Ketua, didampingi Ir. Oekar Bratakoesoemah (Wakil Ketua), Anwar Sutan Pamuntjak, dengan Hamdani (anggota). Dibentuk kembali Sekretariat KNI, dipimpin oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara.
Untuk menunjukkan gendongan rakyat kepada Proklamasi Kemerdekaan dengan Pemerintah Republik Indonesia, atas 2 September 1945, dilaksanakan beriringan agung di alun-alun Bandung.
Namun, beriringan agung seperti itu harus dilakukan, atas tidak sarwa bangsa Indonesia menyambut baik Proklamasi Kemerdekaan. Banyak di jarak bangsa arif yang menyikapi Proklamasi Kemerdekaan dengan sinis, pesimis, bahkan tidak percaya bangsa Indonesia hendak boleh mengatur negaranya sendiri.
"Bagaimana Proklamasi Kemerdekaan itu hendak berhasil? Bukankah kalau mau berhasil saya kudu kepunyaan kekuatan? Bukankah untuk mempunyai kekuatan saya kudu kepunyaan senjata? Dari mana saya hendak mendapat senjata? Apakah mau melawan senjata modern dengan bambu runcing?", itulah rangkaian pertanyaan karikatural yang diterima Sjafruddin dari para koleganya.
Mencermati keadaan, atas dahulu September 1945, KNI Priangan merumuskan dua usul yang hendak disampaikan kepada Presiden Sukarno dengan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Kepada Bung Karno diusulkan melanda perlunya menggerakkan massa rakyat untuk mendukung kemerdekaan. Kepada Bung Hatta diusulkan agar pemerintah mengeluarkan ain uang Republik Indonesia untuk menggantikan uang Jepang yang cukup saat itu masih berlaku sebagai alat pertukaran dengan pelunasan yang sah.
Bung Karno menyambut baik usul KNI Priangan. Akan tetapi, ketika bertemu Bung Hatta, terjadi konferensi yang cukup hangat, atas Wakil Presiden itu kelihatan tidak menganggap penting RI memiliki ain uang tersendiri.
Perang uang inilah yang oleh pakar sejarah politik, Fachry Ali (2011), disebut "mengontrol ain uang domestik sebagai senjata politik (contol on national currency gandar a political weapon).
KNI Priangan
Segera setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). 135 anak buah yang dianggap sebagai pembebas domestik yang terkemuka dilantik oleh Presiden Sukarno dengan Wakil Presiden Mohammad Hatta menjadi anak buah KNIP. Para anak buah parlemen sementara itu akan datang memilah Mr. Kasman Singodimedjo sebagai Ketua KNIP.
KNIP bekerja cepat. Untuk kekuatan gendongan daerah terhadap Proklamasi Kemerdekaan, dibentuklah KNI di berbagai daerah.
Di Priangan, beriringan pembentukan KNI dilaksanakan sepekan setelah Proklamasi Kemerdekaan, yakni atas 24 Agustus 1945, dipimpin oleh Residen Priangan, R. Poeradiredja.
Menurut Ajip Rosidi (2011: 98-99), beriringan dihadiri 24 anak buah yang dianggap menyubstitusi seluruh elemen bangsa Priangan terdiri dari 9 anak buah menyubstitusi badan kemasyarakatan, 6 anak buah menyubstitusi golongan sosial, 6 anak buah pribadi sebagai tokoh penting, dengan 3 anak buah menyubstitusi golongan peranakan Indo, Arab, dengan Cina.
KNI Priangan memilah Niti Sumantri sebagi Ketua, didampingi Ir. Oekar Bratakoesoemah (Wakil Ketua), Anwar Sutan Pamuntjak, dengan Hamdani (anggota). Dibentuk kembali Sekretariat KNI, dipimpin oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara.
Untuk menunjukkan gendongan rakyat kepada Proklamasi Kemerdekaan dengan Pemerintah Republik Indonesia, atas 2 September 1945, dilaksanakan beriringan agung di alun-alun Bandung.
Namun, beriringan agung seperti itu harus dilakukan, atas tidak sarwa bangsa Indonesia menyambut baik Proklamasi Kemerdekaan. Banyak di jarak bangsa arif yang menyikapi Proklamasi Kemerdekaan dengan sinis, pesimis, bahkan tidak percaya bangsa Indonesia hendak boleh mengatur negaranya sendiri.
"Bagaimana Proklamasi Kemerdekaan itu hendak berhasil? Bukankah kalau mau berhasil saya kudu kepunyaan kekuatan? Bukankah untuk mempunyai kekuatan saya kudu kepunyaan senjata? Dari mana saya hendak mendapat senjata? Apakah mau melawan senjata modern dengan bambu runcing?", itulah rangkaian pertanyaan karikatural yang diterima Sjafruddin dari para koleganya.
Mencermati keadaan, atas dahulu September 1945, KNI Priangan merumuskan dua usul yang hendak disampaikan kepada Presiden Sukarno dengan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Kepada Bung Karno diusulkan melanda perlunya menggerakkan massa rakyat untuk mendukung kemerdekaan. Kepada Bung Hatta diusulkan agar pemerintah mengeluarkan ain uang Republik Indonesia untuk menggantikan uang Jepang yang cukup saat itu masih berlaku sebagai alat pertukaran dengan pelunasan yang sah.
Bung Karno menyambut baik usul KNI Priangan. Akan tetapi, ketika bertemu Bung Hatta, terjadi konferensi yang cukup hangat, atas Wakil Presiden itu kelihatan tidak menganggap penting RI memiliki ain uang tersendiri.
Sekian pembahasan mengenai Hatta-Sjafruddin: Kisah Perang Uang di Awal Kemerdekaan | semoga artikel ini berfaedah salam
tulisan ini diposting pada tag awal kemerdekaan, awal kemerdekaan ekonomi, awal kemerdekaan hak repudiasi diberlakukan bagi penduduk indonesia keturunan, , tanggal 15-08-2019,